Listen

Menciptakan kota yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak perempuan

22 November 2018

Di berbagai belahan dunia, perempuan dan anak perempuan seringkalu cemas akan berbagai jenis kekerasan di ruang publik. Kenyataan ini membatasi kebebasan gerak perempuan dan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik. Menurut sebuah “Audit Keamanan Perempuan di Tiga Kawasan di Jakarta” yang dilakukan oleh PBB, infrastruktur publik yang tidak memadai dan penggunaan transportasi umum yang tidak aman, termasuk dalam penyebab pelecehan dan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak perempuan. Hal ini diperparah oleh norma-norma sosial yang memandang wajar kekerasan dan menghambat respons dari orang-orang yang menyaksikan kekerasan.

Gerakan 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender merupakan kampanye tahunan global yang berlangsung setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember. Menandai kegiatan ini di tahun 2018, Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastruktur (KIAT) dan UN Women (Entitas PBB untuk Kesetaraan gender dan Pemberdayaan Perempuan), bergandengan tangan dengan Kantor Penasihat Khusus Presiden, menyelenggarakan sebuah diskusi publik tentang “Infrastruktur untuk Semua Orang: Menciptakan Kota Aman dan Inklusif bagi Perempuan dan Anak Perempuan”. Acara ini berfokus pada isu tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan peran infrastruktur. Diskusi publik tersebut berlangsung pada tanggal 22 November 2018 di Kantor Sekretaris Negara, Jakarta dan dihadiri oleh 92 peserta termasuk awak media.

Acara dibuka oleh Siti Ruhaini Dzuhayatin, Penasihat Khusus Presiden, sementara pidato utama disampaikan oleh Baby Setiawati Dipokusumo (mewakili Menteri PUPR), Penasihat Senior Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Sosial Budaya dan Urusan Masyarakat. Sabine Machl (perwakilan UN Women dan penghubung untuk ASEAN) dan Steven Barraclough (Minister Counselor DFAT) menyampaikan pidato dan kata pembukaan. Para pembicara dalam diskusi publik ini termasuk: Baby Setiawati, Erna Witoelar (mantan Menteri PUPR dan Partnership-ID), Yuni Chudzaifah (Komnas Perempuan), dan Iriantoni Almuna (UN Women). Acara ditutup oleh Jan Edwards, Deputi Direktur KIAT untuk Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (GESI) dan Keterlibatan Masyarakat Sipil (CSE).  

Siti Ruhaini Dzuhayatin menguraikan tentang dampak keterbatasan infrastruktur terhadap perempuan dan anak perempuan. Ia menyoroti pentingnya memastikan bahwa perbaikan infrastruktur dapat diakses oleh semua warga negara termasuk memperluas aksesibilitas yang menjangkau keamanan kaum perempuan dan para penyandang disabilitas.

Baby Setiawati menekankan tentang komitmen Pemerintah terhadap Agenda Perkotaan Baru, demi  mencapai 'Kota untuk Semua' melalui pendekatan 'Tidak Seorang pun yang Disisihkan dan empat prinsip gender dalam Infrastruktur, yaitu: 1) Pemanfaatan secara Universal; 2) Keselamatan, Keamanan, Kenyamanan; 3) Kesetaraan Gender untuk Kebutuhan Dasar; dan 4) Ramah Lingkungan

Jan Edwards menutup proses ini dengan menyoroti bahwa infrastruktur dibutuhkan untuk melayani semua orang, bukan hanya kelas menengah di kota-kota besar, “Ada manfaat yang dapat diperoleh setiap perempuan di seluruh negeri - saat ini - dan di masa depan. Kita tahu bahwa apa yang bermanfaat bagi perempuan, kerap kali akan bermanfaat pula bagi anak-anak mereka dan bermanfaat bagi komunitas mereka. Ada sejumlah argumen yang kuat untuk mengubah cara kita menjalankan infrastruktur.’’